Langsung ke konten utama

[Catatan Perjalanan] Mendaki Papandayan: Perjalanan Menghapus Luka (bag 1)

Ini kedua kalinya saya ke Papandayan, gunung eksotis dengan ketinggian 2665 Mdpl. Terletak sekitar 24 km dari kota kabupaten Garut, Papandayan merupakan objek paling tepat untuk melakukan pendakian wisata. Mari kita mulai ceritanya. 
Berangkat dari Jakarta menggunakan Bus Primajasa Garut-Lebak Bulus dari pool primjasa di Cililitan sekitan jam 7 malam, ongkosnya 35 ribu. Saya sampai di terminal Garut sekitar jam 11 malam, seperti para gembel backpaker lainnya tempat pertama yang dituju adalah Masjid dan Mushola, bukan (sekedar) untuk sembahyang tapi sekaligus untuk mencari tempat istirahat + fasilitas urinoir gratis. Sungguh T E R L A L U. 


Ngemper di Masjid

Malam itu mungkin karena long weekend, banyak sekali teman-teman lain yang juga melakukan pendakian dan menginap di emperan masjid, tidak semuanya berencana ke Papandayan sebagian memutuskan mendaki Cikuray. Perjalanan ke Papandayan kali ini, di ikuti 4 orang. Satu teman berangkat bersama dari Jakarta, 2 orang menyusul dari Indramayu. Karena kesalahan memperhitungkan kecepatan dan sudut elevasi, kedua teman dari Indramayu yang dijadwalkan sampai jam 1 malam, tak kunjung muncul ampe pagi datang.  
Sehabis bersosialisasi dengan teman-teman lain (baca:Sholat Subuh) kita menemukan fakta bahwa; 2 anggota rombongan masih nyangkut di padalarang. Satu persatu teman-teman yang tadinya nginep di emperan Masjid pergi, tinggal kami berdua. Mendapati kenyataan pahit menunggu, muncullah ide yang sangat brilian untuk mengisi waktu luang; tidur lagi. 
Sekitar jam 6 pagi, matahari sudah keterlaluan terangnya, menggangu konsentrasi ritual hibernasi, dan memaksa kami membuka mata. Untuk menjaga stamina dan gaya hidup sehat yang kita pegang, kami memutuskan untuk sarapan (baca:makan gorengan). 


Pasar depan Terminal Garut

Menunggu adalah pekerjaan paling membosankan, yup benar sekali, menungu datangnya kekasih hati apalagi *abaikan*.  Bosan, menunggu dan berdasar prinsip efektifitas kami memutuskan untuk berbelanja keperluan selama di atas. Karena itu tujuan pertama kita adalah? pasar *yaiyalah* #plak. Satu pelajaran untuk teman-teman yang suka mendaki, jangan mengantungkan hidupmu selama di atas dengan mie Instan, itu dosa besar,  biasakan mengonsumsi makanan segar. Jangan karena prinsip efektifitas, kita menjadi malas, dan memenuhi perut dengan bahan pengawet. 
Berbelanja di pasar tradisional itu menyenangkan, seni tawar menawarnya memikat hati. barang belanjaan juga masih segar, murah, dan ukurannya bukan timbangan tetapi hati.  


Gerbang Cisurupan

Selesai berbelanja dua orang teman dari indramayu akhirnya datang juga. Setelah tersesat di padalarang mereka bisa nyampe di Garut, sungguh suatu mukjizat. Sedikit cipika-cipiki, kami kemuadian mencari angkot Garut-Cikajang yang akan mengantarkan kami menuju gebang Cisurupan. Melihatwaktu sudah cukup siang, kami memutuskan untuk menerima pinangan supir angkot untuk mengantarkan kami berempat langsung tanpa antri 70 ribu sampai Cisurupan. Benar dugaan kami bahwa kata "langsung" itu tidak terbukti, dasar supir angkot gatel setiap lihat perempatan pengen berhenti, walhasil secara matematis, kami terhitung naik angkot omprengan biasa dengan harga carteran. Shit! 



Dari Cisurupan kami masih harus melanjutkan perjalanan menuju Camp David (namanya keren). Camp David adalah gerbang masuk kawah gunung Papandayan, dari Cisurupan menuju Camp David kita menggunakan mobil bak sayur harganya 10 rb per orang. Perjalanan sekitar 20-30 menit, dengan pemandangan bekas hutan yang terbakar. Terakhis saya ke Papandayan adalah H-1 lebaran, sedang hebat-hebatnya musim kering. Dua hari pulang dari sana, pas lebaran kedua, saya baca dimedia online terjadi kebakaran besar di Gunung Papandayan, ternyata benar adanya, sisa-sisa hutan yang terbakar masih sangat jelas, meskipun sekarang sudah musim hujan. 



Sebelum masuk Camp David, kita akan diberhentikan oleh petugas jaga. Tetapi proses administrasi disini juga tidak sulit, dan sangat longar. Setiap rombongan yang ingin naik ke Papadandayan hanya di minta satu orang kepala rombongan untuk mengisi form, tanpa harus menunjukkan KTP atau material verifikasi data lainnya, dan form isian ini juga tidak rangkap, artinay tidak ada berkas yang disimpan, karena form yang diisi oleh pendaki dibawa lagi oleh pendaki (?) dan pengalaman dua kali mendaki tidak pernah ada orang yang menanyakan atau meminta form ketika turun. Jadi apa gunanya y? hmm.. dan kita juga bisa mengisi nama sesuka hati, atau nomer telepon sesuka hati, tidak ada perangkat verifikasi sama sekali. Biaya masuk Rp. 2000 / orang, biasanya ada permintaan sumbangan sukarela dari seperti kelompok pencinta alam disana, pengalaman saya kasih sumbangan 10 rb. 

Dari camp david, kepulan asap sudah nampak, demikian pula aroma belerang sudah samar menyapa. Ah, sesak nan menyegarkan. 

......bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi Minum teh di Rusia

Got dark. On a table, shining, The evening samovar hissed, The Chinese teapot heating up, Under it curled easy pairs … (Aleksander Pushkin)            Teh atau dalam bahasa ilmiah Camellia sinensis telah dikonsumsi oleh bangsa Cina lebih dari 5000 tahun. Selama ribuan tahun, bangsa China meminum teh untuk kesehatan dan kenikmatan. Tidak seorangpun tahu apa yang menyebabkan mereka tertarik dengan daun hijau serta mengkilap itu, tetapi legenda populer dapat memberi pengetahuan kepada kita. Asal mula teh pada awalnya masih merupakan legenda . Legenda yang paling terkenal adalah cerita tentang Kaisar Shen Nung, diperkirakan sekitar tahun 2737 sebelum Masehi. Menurut legenda pada suatu hari, ketika Kaisar Shen Nung akan mengambil air mendidih, beberapa daun dari pohon yang menjuntai tertiup angin dan jatuh di panci berisi air mendidih tersebut, Sang Kaisar ingin tahu dan memutuskan untuk mencicipi air rebusan yang tidak menyerupai minuman tersebut....

Hidup adalah Pertaruhan, beranikah kamu bertaruh untukku?

Sebagai manusia kita tentu pernah pada sebuah posisi sulit, pada proses pencarian tak berujung. Terkadang kita bertanya-tanya, kemana hidup akan membawa kita pergi, apakah ketempat harapan bersandar ataukah ke peraduan bersemayamnya kekecewaan dan cobaan. Jawabanya: tidak ada yang tahu. Satu-satunya yang pasti di dunia ini hanyalah bahwa kita akan mati, selebihnya tidak ada yang tahu.  Beruntungnya Tuhan memberikan kemampuan untuk "tahu" apa yang kita sukai, yakini atau cintai. Apakah sesuatu yang kita yakini atau seseorang yang kita cintai itu merupakan ujung pintu takdir; tidak ada yang tahu. Hidup adalah pertaruhan, karena kita tidak pernah tahu kemana takdir akan mengantarkan kita.  Kadang kita ditantang untuk melihat kebelakang saat seolah-olah didepan kita dihadang tembok tinggi kemustahilan, saat seolah-olah dunia memusuhi kita atau saat seolah-olah hanya kita yang bergelut dengan kenyataan. Hanya satu yang bisa saya katakan: jangan takut. Kegagalan, kekecewa...